Sabtu, 12 April 2014

Krisis Ukraina: China dan India bersikap hati-hati

krisis di Ukraina telah memprovokasi berbagai reaksi yang kompleks di seluruh Asia. India, yang memiliki hubungan yang semakin erat, telah mendukung Rusia. China, mitra Rusia dalam Organisasi Kerjasama Shanghai, telah pernah mengalami posisi yang lebih rumit.
China tidak bertindak apa-apa ketika pertemuan Dewan Keamanan PBB di New York City menghadapi jalan buntu mengenai penyusunan resolusi atas krisis tersebut pada tanggal 15 Maret.
"China tidak setuju untuk berkonfrontasi," juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Qin Gang, menyatakan setelah dilakukan voting, kantor berita resmi Xinhua melaporkan.
Rusia menggunakan hak vetonya sebagai salah satu dari lima Anggota Tetap Dewan Keamanan PBB untuk memblokir konsep resolusi yang disusun oleh Amerika Serikat dan didukung oleh negara-negara Barat. Resolusi itu menyatakan bahwa referendum 16 Maret yang diatur oleh Rusia mengenai status Krimea "tidak memiliki keabsahan" dan menyerukan organisasi nasional dan internasional untuk tidak mengakuinya.

“Voting atas konsep resolusi Dewan Keamanan pada saat ini hanya akan menyebabkan konfrontasi dan lebih mengacaukan situasi, yang tidak sesuai dengan kepentingan umum rakyat Ukraina dan komunitas internasional," kata Qin.
China selalu menghormati kedaulatan dan integritas teritorial semua negara, kata Qin. Ini sudah lama menjadi prinsip kebijakan luar negeri yang mendasar dari pemerintah Beijing.
“Dalam situasi saat ini, kami menyerukan kepada semua pihak untuk tetap tenang dan mengendalikan diri demi menghindari ketegangan yang semakin runcing," kata Qin.
“Menurut berita Xinhua, "China mengambil sikap yang objektif dan adil mengenai masalah Ukraina," kata Liu JIeyi, perwakilan tetap China untuk PBB, kepada Dewan Keamanan, menurut Xinhua.
India: Rusia memiliki 'kepentingan yang sah' di Ukraina
Bertentangan dengan tindakan China yang tidak memihak, pemerintah India tidak ragu-ragu mendukung pengambil-alihan Rusia atas Krimea.
India yakin Rusia memiliki ‘kepentingan yang sah' di Ukraina – suatu sikap yang berlawanan dengan pihak barat atas krisis terbaru di Krimea. Yang justru menarik adalah, China menentang intervensi Rusia di Krimea, yang menyimpang dari dukungannya selama ini kepada Moskow di Dewan Keamanan PBB,” The Times of India melaporkan tanggal 8 Maret.
China berdiam-diri: Duta besar China untuk PBB, Liu Jieyi, kiri, mendengarkan saat Duta besar Perancis, Gerard Araud berbicara pada pertemuan Dewan Keamanan, 13 Maret. [AFP]
China berdiam-diri: Duta besar China untuk PBB, Liu Jieyi, kiri, mendengarkan saat Duta besar Perancis, Gerard Araud berbicara pada pertemuan Dewan Keamanan, 13 Maret. [AFP]
Kementerian Luar Negeri India mengeluarkan pernyataan tanggal 13 Maret yang mengungkapkan keprihatinan atas "’ketegangan yang terus meningkat, khususnya mengenai kehadiran 5.000 lebih warga India, termasuk sekitar 4.000 pelajar, di berbagai belahan Ukraina.”
“Memang ada keabsahan Rusia dan kepentingan lain yang terkait, dan kami berharap semuanya dibahas dan diselesaikan," kata Penasihat Keamanan Nasional, Shivshankar Menon kepada The Times of India.
'Triangulasi' China ingin menghindari benturan dengan A.S.
Pendekatan China yang hati-hati terhadap krisis ini ditentukan oleh kelanjutan hubungan dagang dan investasi yang dekat dengan Amerika Serikat, kata Ralph Winnie, direktur program China di Eurasian Business Coalition, kepada Asia Pacific Defense Forum [APDF].
“Pemerintahan Presiden Xi [Jinping] seperti para pendahulunya selama 35 tahun silam, mengukuhkan legitimasinya dari keberhasilannya yang berkelanjutan dalam mempertahankan dan meninggikan standar kehidupan di China. Oleh karena itu, kondisi global yang stabil secara berkelanjutan untuk pertumbuhan ekonomi, minat investasi internasional dan hubungan stabil berkelanjutan dengan Amerika Serikat tetap merupakan prioritas yang ditaati," katanya.
“Oleh karena itu, China secara tulus ingin agar krisis internasional yang mengancam ini secepatnya diselesaikan secara damai dan mereka juga ingin menghindari perpecahan dengan Rusia, sama seperti yang mereka inginkan untuk mempertahankan hubungan dengan Amerika Serikat," katanya kepada APDF.
Posisi "triangulasi" China ini untuk menghindari bentrok dengan Washington sekaligus menghindari perpecahan terbuka dengan Moskow, sudah diketahui di seluruh Asia.
Dalam tulisannya untuk surat kabar Malaysia, The Star pada tanggal 16 Maret, Bunn Nagara, rekan senior di Institute of Strategic and International Studies [ISIS] Malaysia berargumentasi bahwa hal ini bahkan mengesampingkan perbandingan dengan keprihatinan keamanan nasional dalam negeri China.
“Pemahaman yang berat sebelah ini telah menimbulkan harapan naif, bahwa China akan lebih berpihak kepada US/EU melawan Rusia di Dewan Keamanan PBB. Asumsinya adalah, bahwa Beijing tidak ingin di China terjadi perpecahan seperti di Krimea," tulis Nagara.
Moderasi Beijing mengungkapkan bahwa “etos China sudah berubah,” tulis analis Rowan Callick, di surat kabar The Australian tanggal 13 Maret.
“Hingga tingkat kisaran-luas yang luar biasa, China … terlibat secara ekonomi, dan bahkan secara sosial, dengan dunia pada umumnya, melalui perdagangan, penelitian, investasi reksadana dan keingintahuan budaya," tulisnya.
Callick mengidentifikasi pusat dilema untuk China dalam menentukan posisinya atas Krimea dan Ukraina.
“Langkah Ukraina menyulitkan Beijing, tentu saja, karena sudah lama China secara keras menolak semua intervensi dalam urusan dalam negeri negara lain, dan tindakan penyerbuan tersebut pasti masuk ke dalam kategori itu," tulisnya.
China juga prihatin bahwa, jika Rusia semakin berani dengan pengambil-alihan Krimea, Rusia mungkin akan mencoba memperoleh kembali kekuasaan lamanya, dan berdiri dalam limpahan semangat republik Soviet terdahulu di Asia Pusat dengan mengorbankan Beijing, Callick memperingatkan.
"Sebagian besar daratan terkurung 'Stans' dari Asia Tengah, yang sebagian besar pernah menjadi satelit Rusia, terakhir melalui Uni Soviet, sebagian besar juga sangat bergantung pada produksi energi."
“Akankah perebutan Krimea menambah nilai output mereka, atau mungkin menggoda Moskow untuk memperkuat pengaruhnya atas mereka, dalam persaingan dengan Beijing?” tanyanya. “Mungkinkah perkembangan peristiwa di Ukraina akan juga menginspirasi unsur perpecahan dan nasionalis dalam 'stans', dan Rusia mungkin lebih bersedia mempertimbangkan permintaan untuk menanggapi permohonan pertolongan? Pasti akan ada masalah.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar