Shabbat Shalom ! Serangan Balik Menggila Balas Roket Hamas Ke Israel
Bila Perang Gaza 2008 Terulang, “Israel & Hamas Must Be Crazy”
Ancaman Nuklir Iran Dan Persatuan Palestina Menghadang Israel
Perang Gaza yang secara mengerikan terjadi antara Israel dan Gaza selama 8 hari non stop akhirnya telah berakhir lewat sebuah perjanjian gencatan senjata tanggal 21 November lalu. Walau sedang berada dalam lawatannya keluar negeri, Presiden Amerika Serikat Barack Obama bisa memerintahkan Menteri Luar Negerinya yang sudah mengajukan pengunduran diri yaitu Hillary Clinton untuk “terbang” ke Timur Tengah guna mengupayakan gencatan senjata antara HAMAS (yang oleh Departemen Luar Negeri Amerika masih tetap dimasukkan namanya dalam daftar grup teroris) dengan Israel.
Setelah ditelepon oleh begitu banyak pemimpin dunia, terutama oleh Presiden Amerika Serikat Barack Obama dan Sekjen Perserikatan Bangsa Bangsa Ban Ki Moon, akhirnya Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bersedia menerima tawaran gencata senjata untuk menghindari rencana Israel melakukan invasi darat ke Gaza.
Gaza bersorak-sorai.
Hamas berteriak gembira merasa sebagai pemenang.
Tapi ada sesuatu yang diabaikan oleh dunia internasional dibalik Perang Gaza selama 8 hari ini.
Bahwa sesungguhnya, Perang Gaza adalah perang antara Israel dan Iran.
Bukan dengan Hamas.
Bukan juga dengan Palestina.
Sepanjang melakukan perang selama 8 hari tersebut, Hamas telah menembakkan 1506 roket ke Israel.
Tetapi, ada 152 roket yang “kena tulah” karena berbalik dan justru meledak di Gaza.
Luar biasa !
Dunia seakan dipaksa untuk menjadi sangat terkagum-kagum karena selama 8 hari non stop HAMAS mampu menghujani Israel dengan ribuan roket yang menari-nari dengan sangat gesit dan lincah (ibarat tarian GANGNAM STYLE) diatas langit Israel secara agresif.
Muncul pertanyaan, mengapa HAMAS yang selama ini hanya mampu menjangkau garis perbatasan di Selatan Israel, kini mampu menjangkau sampai ke wilayah Israel lainnya.
Bahkan mampu menjangkau salah satu kota terbesar dan sangat dibanggakan Israel yaitu Tel Aviv !
Tetapi rasa penasaran dunia menjadi terjawab secara terang benderang setelah Iran mengakui bahwa merekalah yang menopang HAMAS dalam Perang Gaza.
Terutama menyuplai roket (misil) Fajr 3 dan 5.
Iran mengakui bahwa merekalah yang telah mengirimkan teknologi misilnya ke kelompok sayap militer Hamas di Jalur Gaza. Hal itulah yang membuat kelompok-kelompok bersenjata di Gaza sanggup merakit misil dengan cepat tanpa mengkhawatirkan pengiriman senjata.
“Gaza dikepung, dan kami tidak bisa membantunya. Misil Fajr-5 tidak dikirimkan oleh Iran ke Gaza. Namun teknologi misil itu sudah ditransfer dan mereka sanggup memproduksi misil serupa dengan cepat,” ujar Pemimpin Pasukan Garda Revolusi Iran Jendral Mohammad Ali Jafari, seperti dikutip ISNA, Kamis (22/11/2012).
Salah satu kelompok bersenjata di Gaza sempat mengklaim, mereka menggunakan misil Fajr-5 untuk menggempur targetnya di dekat Tel Aviv, Israel.
Meski demikian, Ketua Parlemen Iran Ali Larijani mengatakan bahwa negaranya merasa sangat terhormat karena dapat membantu Palestina dalam bidang militer.
Selama ini Israel memang sudah lebih dulu mendeteksi bahwa Iran adalah satu-satunya Negara yang memasok Hamas dengan sejumlah peralatan perang termasuk roket ke Gaza dengan lewat terowongan bawah tanah. Terowongan ini mempunyai panjang 15 kilometer dan berlokasi di perbatasan antara Gaza dan Mesir.
Tetapi selama ini Iran berulang kali membantah tudingan Israel.
Namun akhirnya sekarang Iran mengakui secara jujur bahwa mereka yang membantu Hamas.
Berharap Iran Berunding Saat Uni Eropa Jatuhkan Sanksi Mengerikan
Kedatangan Delegasi IAEA Harus Dimanfaatkan Iran Buktikan keseriusan
Kini, yang perlu dikritisi adalah kebijakan Iran “menyusup” ke Gaza untuk memerangi Israel.
Permasalahan yang dihadapi Iran adalah kemarahan-kemarahan serta kekecewaan-kekecewaan Tehran atas sanksi dan embargo yang semakin dijatuhkan oleh Amerika Serikat dan Negara-Negara Uni Eropa sepanjang tahun 2012 untuk memaksa Iran kembali ke meja perundingan terkait nuklir mereka.
Kepintaran Iran mencium peluang untuk memerangi Israel dengan bersembunyi dibalik HAMAS adalah sesuatu yang sesungguhnya merupakan tamparan untuk Amerika, Negara-Negara Uni Eropa, PBB, khususnya Badan Atom Internasional atau IAEA.
Iran membenturkan Israel dan Palestina.
Iran bermain-main dengan sangat “gembira” di balik peperangan ini, dimana rakyat sipil Palestina dan Israel sama-sama menjadi korban.
Iran berbangga hati karena mampu menciptakan perang sepihak terhadap Israel tetapi tetap dalam posisi yang sangat aman sebab Israel tak bisa membalas secara langsung ke Iran.
Secara langsung dan tidak langsung, Iran telah menyuguhkan pemandangan-pemandangan yang sangat tragis atas kematian-kematian rakyat Gaza ke hadapan dunia di balik perang selama 8 hari ini.
Lalu setelah perang selama 8 hari mengguncang kedua negara dan perhatian dunia tersedot secara luar biasa menyaksikan brutalitas kontak senjata dari kedua pihak telah dihentikan lewat perjanjian gencatan senjata, siapakah pemenangnya ?
Hamaskah ?
Atau, Israelkah ?
Bukan, pemenangnya bukan Hamas, dan bukan Israel.
Pemenangnya adalah Iran.
Dan dunia sudah tertipu secara telak-telak dibalik Perang Gaza versi terbaru di tahun 2012 ini.
Selama 8 hari, Iran mampu melampiaskan semua dendam, sakit hati dan kemarahannya kepada PBB, IAEA, Amerika Serikat dan Negara-Negara Uni Eropa yang sudah menekan mereka sepanjang tahun 2012 ini, melalui Perang Gaza.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan perangkat pemerintahannya tidak mungkin tidak tahu bahwa Iran-lah yang ada dibalik perang ini.
Sehingga ketika Netanyahu memutuskan untuk tidak melakukan invasi darat tetapi menerima tawaran gencata senjata, besar kemungkinan karena perdana menteri Israel ini tahu bagaimana harus menghentikan manuver Iran dibalik Perang Gaza.
Jika invasi darat itu dilakukan berarti Netanyahu membiarkan negaranya semakin terjebak dalam skenario perang yang diciptakan Iran.
Padahal, rakyat Israel sudah begitu marah luar biasa karena negara mereka mendadak dihujani ribuan roket dari Gaza dan mendesak agar militer negara mereka segera membalas lewat invasi darat.
Rakyat Israel ingin Gaza dihancurkan sebagai pembalasan dendam atas ribuan roket HAMAS selama 8 hari.
Jika invasi darat Israel dilakukan, sudah bisa dibayangkan HAMAS akan luluh lantak dan musnah tanpa sisa.
Dan rakyat sipil yang akan jatuh menjadi korban sia-sia juga tak akan bisa dihindarkan.
Dalam operasi selama 8 hari tersebut, IDF (Israel Defense Forces) sudah menyelesaikan sekitar 1500 target mereka di Gaza, menewaskan 30 orang komandan senior dan komandan lapangan HAMAS, menghancurkan 980 lokasi bawah tanah yang dipakai Hamas menembakkan roket-roket mereka, menghancurkan 42 ruang operasi militer yang dikendalikan HAMAS dan menghancurkan 26 pabrik senjata (roket) yang dimiliki HAMAS.
Jika invasi darat dilakukan, operasi militer IDF akan menjangkau target-target yang lebih luas lagi.
Disinilah Israel dituntut untuk mengambil keputusan sangat cepat tetapi tepat.
Netanyahu dan para menteri seniornya (didukung informasi dari militer dan intelijen mereka) dihadapkan pada satu pilihan yang sangat sulit, menuruti kemauan rakyatnya untuk balas dendam atau menahan diri demi kebaikan bersama.
Jika kemauan rakyatnya dituruti untuk “menghabisi” Gaza, berarti Perdana Menteri Netanyahu masuk dalam perangkap Iran.
Dan Netanyahu tak mau hal tersebut terjadi.
Situasi yang sangat dilematis dan permasalahan keamanan yang begitu rumit bisa diselesaikan untuk tahap sekarang melalui kebijakannya yang segera memilih tawaran gencatan senjata.
Yang penting, sebagai pimpinan di negaranya, Netanyahu terlihat secara sungguh-sungguhnya mengamankan dan melindungi rakyatnya sesegera mungkin dari kegilaan Iran melalui Hamas menghujani mereka dengan ribuan roket.
Jika satu saat memang harus berperang, tampaknya Netanyahu lebih ingin peperangan itu dilakukan secara kesatria antara Israel dan Iran secara langsung.
Bukan bersembunyi dibalik tameng rakyat Gaza.
Dunia internasional tidak mau tahu, apapun dan siapapun yang sesungguhnya bermain dibalik perang ini, yang akan dikutuk dan dihujat pasti Israel.
Padahal sesungguhnya, Perang Gaza bukanlah perang antara Israel melawan Hamas.
Melainkan perang antara Israel dan Iran.
Tetapi memakai kedok Palestina.
Wah, dunia sudah tertipu oleh kecanggihan Iran mengolah strategi perang mereka.
Penyelesaian masalah krisis nuklir Iran, jangan lagi dilakukan melalui Perang Gaza.
Ada saluran-saluran diplomatik yang bisa digunakan untuk menyelesaikan seluruh permasalahan yang dihadapi Iran. Bukan dilampiaskan ke wilayah lain, sebagai bentuk saluran kekecewaan yang sudah sangat menyesakkan hati Tehran.
Jadi, tampaknya bukan kepada Israel sebenarnya “pesan kemarahan” itu hendak dipamerkan oleh Iran, tetapi kepada Barack Obama sebagai Presiden Amerika Serikat yang sudah menanda-tangani begitu banyak kebijakan yang menjatuhkan sanksi pada Iran, serta kepada Negara-Negara Uni Eropa yang juga melakukan hal yang sama pada Iran.
Sepertinya Iran ingin memberitahu, “Gue Kerjain Lu Semua !”.
Jika memang Iran siap untuk berperang, sebenarnya jangan bersembunyi dibalik pihak lain.
Tampillah atas nama Iran sendiri, bukan menyusup ke wilayah lain.
Sepanjang tahun 2012, Iran sangat “temperamental” setiap mengeluarkan makian-makian mereka di media internasional kepada Israel. Padahal yang menjatuhkan sanksi dan embargo pada Iran adalah Amerika dan Uni Eropa.
Israel memang sering mengatakan bahwa sudah saatnya Iran diserang dengan kekuatan militer jika memang sudah tidak bisa ditekan melalui sanksi-sanksi ekonomi dan embargo.
Jika Israel bersuara agar Iran diserang, Tehran langsung mengancam akan menutup Selat Hormuz yang menjadi satu-satunya jalur perairan untuk mendistribusikan minyak dunia melalui Teluk Persia.
Iran juga mengancam jika Tehran diserang maka mereka tak akan ragu menghancurkan semua fasilitas dan kepentingan Amerika serta Israel di dunia.
Tapi dengan adanya pengakuan Iran bahwa merekalah yang berada di balik HAMAS dalam memerangi Israel selama Perang Gaza selama 8 hari kemarin, Iran menunjukkan sikap pengecut mereka di hadapan dunia.
Iran mengabaikan satu hal yang sangat penting bahwa perang ini telah mendatangkan begitu banyak penderitaan dan kehancuran, bukan pada kepemimpinan Hamas atau pemerintah Israel, tetapi kepada rakyat sipil di kedua negara.
Lihatlah begitu banyak korban sipil yang sudah berjatuhan.
Darah, airmata mata dan nyawa melayang sia-sia.
Perang kembali menyadarkan kita semua bahwa yang didatangkan hanyalah kesia-siaan.
“There never was a good war or bad peace. Peace is always beautiful !”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar