Dalam pembicaraan anggota tetap Dewan Keamanan PBB,
Rusia dan China terang-terangan menentang opsi invasi militer yang
digagas AS, Inggris dan sejumlah negara Eropa lain. Ada beberapa catatan
yang membuat Rusia berada di barisan terdepan dalam membela sekutunya,
Suriah dari ancaman invasi militer AS dan sekutu Eropa-nya.
Para pejabat Rusia dan media di Moskow, terus membeberkan sejarah invasi
AS dan sekutunya, dari tahun ke tahun yang mengakibatkan perubahan
rezim. Pada tahun 1999, Yugoslavia menjadi korban invasi militer AS.
Tahun 2003, Irak menjadi korban invasi berikutnya dengan alasan
kepemilikan senjata pemusnah massal oleh rezim Saddam Husein yang
ternyata tidak terbukti. Kemudian, tahun 2011 lalu Libya juga menjadi
korban invasi militer AS dan sekutunya yang berakhir dengan lengsernya
rezim Muammar Khadafi.
Moskow kini mencurigai negara-negara
Barat itu untuk menjadikan Suriah dalam daftar target invasi militer
tahun 2013. "Akankah Obama mengulangi risiko dengan menerapkan skenario
Libya dan Irak di Suriah?," tulis harian Pemerintah Rusia, Gazeta Rossiskaya.
Pemerintah Rusia, memiliki beberapa alasan, kenapa invasi AS ke Suriah
harus dicegah. Pertama, Moskow mempertahankan alasan, bahwa tidak ada
bukti Presiden Bashar al-Assad berada di balik dugaan serangan senjata
kimia di Damaskus timur.
Kedua, menurut laporan media
Pemerintah Rusia, pihak pemberontak berupaya menggagalkan pembicaraan
damai dan untuk menempatkan tekanan pada Pemerintah Suriah. Alasan
ketiga, Rusia ingin memberikan kesempatan agar tim PBB bekerja, tanpa
direpotkan dengan kesimpulan-kesimpulan dini yang disampaikan beberapa
negara Barat.
Alasan terakhir, dampak invasi ke Suriah bisa memicu “bencana” luas, termasuk ancaman kelompok radikal ke negara Barat.
Minggu ini, Wakil Perdana Menteri Rusia, Dmitry Rogozin, mengecam
rencana invasi militer AS. ”Barat bermain dengan dunia Islam, seperti
monyet yang memegang granat,” tulis Rogozin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar